Kemarin aku merasa yang entahlah, pergumpalan rasa penat yang aku sendiri tak paham. Dan menulislah diriku.
Adakalanya di suatu
titik kita merasa segala yang kita lakukan, usahakan, perjuangkan, korbankan,
dan segalanya yang dari kita telah maksimal, begitu banyak. Namun ternyata
masih belum selesai. Masih kurang banyak mungkin. Titik yang kita sendiri pun
belum lelah melangkah dan bertarung. Kita masih kuat untuk melanjutkan hingga
akhir. Meski harus berpacu mengimbangi hingga melawan waktu. Kita berpikir
bisa. Titik ini bukan kelemahan diri.
Namun titik ini juga merupakan titik
rawan. Adalah ketika kita akhirnya tak bisa. Pencapaian itu kosong. Khawatir
tetap lah ada. Maka di titik inilah perasaan berat itu ada. Merasa, oh aku
sudah berupaya keras dan masih harus lebih keras lagi untuk bisa memenuhi
pencapaian. Suatu titik yang menjadi sebuah kata lelah. Rasanya ingin sekali
berkata, aku lelah… Dan di titik inilah aku berada. Aku masih memiliki harapan
tinggi untuk berjuang lebih banyak dan aku merasa mampu. Tetapi ternyata ada
perasaan aku ingin beristirahat. Mungkin sekedar menangis.
Ya, di titik inilah
aku ingin menghempaskan rasa kepadaNya. Sungguh ingin merapuhkan diri di
hadapanNya. Karena aku mendapat sebuah kesadaran di titik ini, ialah semua yang
aku lakukan, yang begitu banyak, semua adalah atas kehendak dan kuasaNya. Kasih
sayang dan cintaNya padaku dengan memudahkan aku melangkah, menguatkan hatiku.
Lebih dari itu, Dia menjaga selalu tubuh dan pikiran ini tetap bertahan dalam
keadaan baik. Sungguh semua itu dan bahkan lebih dari yang aku tahu, adalah
kebaikanNya yang melimpah ruah kepadaku… kenikmatan yang tiada banding.
Maka
dengan kesadaran ini pula aku pantas untuk bersungkur pada titik ini.
Menunjukkan kelemahanku meski aku masih mampu bertahan. Karena aku tak mau
sombong dengan menggantungkan segala kekuatan pada diriku. Percaya diri
berlebihan itulah yang menghancurkan. Karena aku memang lemah, sungguh lemah…
Ingin merintih, memelas dan bermanja di titik kesadaran ini. Memohon kekuatan
hingga akhir… karena hanya Dia yang maha kuasa atas segalanya. Dia yang
menguatkan suatu kelemahan. Dia yang memudahkan segala kesulitan. Dia yang maha
mengasihi…
Lalu tadi pagi, saat kuliah Pak Dosen memulai dengan kalimat pembuka ceramah dan doa nabi Musa. Aku segera ingat kembali doa indah itu... Sudah pernah kutuliskan dan sudah pernah sangat membekas. Bagaimana bisa aku melupakannya di saat ini yang segala penat dan sibuk menliputi. Aku menjadi sangat berterima kasih dengan Pak Dosen telah mengingatkan kembali, atas izin Allah.
Pak Dosen mungkin mengetahui betapa kami seperti diliputi banyak tugas dan tuntutan seorang mahasiswa. Karena sebelumnya kami memang sedang meributkan tugas yang repot. Maka beliau menuntun kami kepada doa nabi Musa agar kami lebih kuat dengan memohon kepada Allah. Memohon kelapangan dan kemudahan. Saat beliau berbicara lirih tentang itu, agar kembalikan semua kepada Allah, hatiku merapuh dan hampir menggenang air. Ah, beneran seperti teriris pisau tumpul lah rasa hatiku yang lunak ini. Antara perih dan pasrah. Bahagia dan letih.
Apa pun yang tengah terjadi, selalu berdzikir kepada Allah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentari Tulisanku Sobat...