Merenungi
tentang makna rezeki. Aku sudah paham bahwa rezeki tak selalu uang dan uang
hanya sebagian kecil, sangat kecil dari satu macam rezeki yang diberikan Allah.
Semua yang membuatku hidup normal, itulah rezeki dari Allah. Semua yang
membuatku bahagia dan tersenyum, itulah rezeki dari Allah. Semua yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaanku, itulah nikmat terbesar dari Allah. Tak akan sanggup
aku sebutkan satu persatu hingga seperempat saja rezeki dan nikmat Allah
untukku.
Namun, ketika sakit itu datang, aku sedikit complain. Kenapa aku harus
sakit ini dan itu? Padahal aku berusaha menahan nafsu perutku. Aku merasa ada
yang tak tepat padaku. Aku sedih dengan sedikit tak normalku. Aku takut dan
khawatir tentang penyakitku. Akan sampai kapan? Apakah akan bertambah parah? Aku
takut membayangkannya. Organ-organ pencernaanku sepertinya ada yang tak
berjalan baik. Seolah meneriakiku, makanlah sedikit saja, jangan berlebihan,
harus halal dan berkah, jangan aneh-aneh! Membuatku bertanya sendiri, apakah
aku sekejam itu? Sedikit membela diri dengan berkata, aku tak makan yang
aneh-aneh atau mahal, aku jarang makan di tempat-tempat mereka makan dan aku
berusaha mensyukuri makananku yang sederhana. Aku berusaha menjaga apa yang
kumakan. Tapi, itu seolah menjadi kesombonganku dan kelalaianku yang membuatku
kadang memakan banyak yang kusukai dan menjadikanku sakit. Aku akan kembali
sedih dengan kesakitanku. Pertama lambung, lalu anus dan terakhir gigi. Esok apalagi
yang akan terluka? Aku seolah selalu berbuat salah dan menyakiti mereka hingga
diriku sendiri pula yang harus menanggung akibatnya. Aku, separah itukah
tabiatnya yang buruk?
Ya Allah, sungguh tak pernah ada maksud melukai organ-organ ciptaanMu.
Apakah ini artinya aku tak boleh sedikit saja makanan-makanan yang kusukai? Atau
aku terkadang berlebihan memakannya hingga Engkau menyadarkanku lewat sakitku? Semua bercampur menjadi aneka pedih. Menyeret pikiranku
pada rezeki sehat yang tak kudapatkan. Kehilangan nikmat sehat dan harus
membayar mahal harga sakit, perih rasanya hatiku.
Namun aku tak boleh berlarut
dalam kesedihanku. Tak boleh memperpanjang complainku. Bukankah aku tahu semua
yang Allah berikan padaku adalah kebaikan? Aku harus memahami bahwa sakitku
adalah kehendak Allah yang merupakan kebaikan Allah padaku. Mungkin lewat
sakitku, aku semakin merasa lemah tak berdaya di hadapan Allah hingga sombong
sehalus apa pun tak kan hadir di hatiku. Mungkin karena sakitku, aku selalu memohon
memelas kepada Allah di akhir sholat dan malam sunyiku. Mungkin dengan sakitku,
Allah membuatku selalu berdzikir kepadaNya. Allah sungguh baik bukan dengan
meraih tanganku dan perlahan menarikku kepada cintaNya? Maka, nikmat Tuhanmu
yang mana lagi kah yang kau dustakan? Nikmat sehat mungkin sedikit berkurang,
namun Allah menggantinya dengan nikmat yang lebih indah luar biasa, cinta
kepadaNya. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi kah yang kan kau dustakan? Ketika
aku mengeluh karena merasa tak dapatkan
rezeki berupa kesehatan, jauh di satu sudut hatiku terus menyemangatiku untuk
berprasangka baik kepada Allah, membuatku kuat dan percaya kembali kepada
Allah. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan? Bahwa sakitku ternyata
membuatku menjaga makanku dan lebih berhati-hati pada yang kumakan, sehingga
aku lebih mendapat berkah dari makananku. Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi
yang kan kau dustakan? Sungguh, sejuta hikmah dapat kuraih jika hatiku bersih
dan yakin kepada Allah. Sejuta hikmah dari sakit-sakitku… Maka nikmat Tuhanku
yang mana lagi yang kan kudustakan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentari Tulisanku Sobat...